Sabtu, 14 Mei 2016

TUGAS 3 - PSIKOTERAPI



RATIONAL EMOTIVE THERAPY (RET)
          Rational Emotive Therapy (terapi rasional emotif) adalah sistem psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai peristiwa dalam kehidupan. Penekanan terapi ini pada cara berpikir mempengaruhi perasaan, sehingga termasuk dalam terapi kognitif. Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Albert Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis. Teori Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Rational Emotive Therapy menolak pandangan aliran psikoanalisis yang berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Menurut Ellis, bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pemahaman yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya.

1.    Konsep Utama Rational Emotive Therapy
Rational emotive therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir irasional dan jahat. RET menekankan bahwa manusia berfikir, beremosi, dan bertindak secara stimultan. Jarang manusia beremosi tanpa berfikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Ellis menyatakan bahwa bila individu-individu tidak dikondisikan untuk berfikir dan merasa dengan cara tertentu, maka mereka cenderung untuk bertingkah laku dengan cara demikian meskipun mereka menyadari bahwa tingkah laku mereka itu menolak atau meniadakan diri.

2.    Fungsi dan Peranan Terapis
Terapis memiliki tugas khusus, yaitu, Langkah pertama adalah menunjukan kepada klien bahwa mereka telah menggunakan banyak hal yang “seharusnya” irasional. Langkah kedua terapis membawa klien melampaui tahap kesadaran. Langkah ketiga, menolong mereka memodifikasi pikiran mereka dan meninggalkan ide mereka yang irasional. Keempat yaitu menantang klien untuk mengembangkan falsafah hidup yang rasional sehingga di masa depan mereka bisa menghindari diri untuk tidak menjadi korban dari keyakinan irasional yang lain.

3.    Tujuan Rational Emotive Therapy
Ellis mengatakan tujuan utama terapi ini adalah untuk membantu individu-individu menanggulangi problem-problem perilaku dan emosi mereka untuk membawa mereka kekehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih terpenuhi. Secara sederhana dan umum tujuan terapi ini adalah membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis serta realisitik sebagai penggantinya. Secara terperinci terapi ini bertujuan untuk:
1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku dan keyakinan serta pandangan yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
2.     Menghilangkan gangguan emosional yang merusak seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah.
3. Untuk membangun Self Interest (minat), Self Direction (pengendalian/ pengarahan diri), Tolerance (toleransi), Acceptance of Uncertainty (kesediaan menerima ketidakpastian), Fleksibel, Commitment (komitmen terhadap sesuatu), Scientific Thinking (berpikir logis), Risk Taking (keberanian mengambil resiko), dan Self Acceptance (penerimaan diri) klien.
4.   Menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara pikir yang tidak logis itulah penyebab gangguan emosionalnya.

4.    Teori A-B-C tentang Kepibadian
Rational Emotive Therapy dimulai dengan ABC:
a. Activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan.
b.  Beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
c.  Consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi-kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Dalam pelaksanaan Rational Emotive Therapy ini, terapis harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.
Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran¬-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
a.     Mengabaikan hal-hal yang positif
b.     Terpaku pada yang negatif
c.      Terlalu cepat menggeneralisasi

5.    Teknik-Teknik Rational Emotive Therapy
a.   Cognitive Methods
RET sangat bergantung pada pemikiran, berselisih, berdebat, menantang, menafsirkan, menjelaskan, dan pengajaran. Berikut adalah beberapa teknik kognitif yang dapat dilakukan oleh terapis:
1)    Disputing of Irrational Beliefs
Metode kognitif yang paling umum dari RET terdiri dari aktif/direktif menentang keyakinan irasional klien. Terapis menunjukkan klien bahwa mereka terganggu bukan karena peristiwa atau situasi tertentu tetapi karena persepsi klien tentang peristiwa dan karena sifat dan pernyataan terhadap diri mereka. Terapis menantang keyakinan irasional dengan mengajukan pertanyaan seperti: dimanakah bukti keyakinan Anda? mengapa hidup anda bisa mengerikan jika hidup tidak seperti yang Anda inginkan?
2)    Cognitive Homework
Klien diberikan tugas, yang merupakan cara untuk melacak keharusan absolut yang merupakan bagian dari diri mereka. Seperti orang dengan bakat akting, namun takut berada di depan banyak orang karena takut gagal, orang tersebut diminta latihan melakukan sedikit akting di panggung, lalu terapis memberi pesan kepada orang tersebut untuk mengatakan sesuatu seperti: "saya bisa akting, saya akan melakukan yang terbaik yang saya dapat lakukan, tidak ada orang yang seperti saya, dan ini bukanlah akhir dari dunia."
3)    Client's Disputing of an Irrational Belief
Dengan teknik ini, klien melakukan satu hal yang menjadi irasionalitas utama setiap hari selama sedikitnya sepuluh menit. Klien melakukan hal tersebut sampai keyakinan irasional tidak lagi berusaha ditahan, atau sampai berkurang.
4)    Bibliotherapy
Meminta klien untuk membaca literatur rasional-emotif, yang dirancang untuk membantu mereka dalam proses restrukturisasi kognitif.
5)    Employing New Self-Statements
Setelah klien belajar untuk melawan keyakinan merusak diri sendiri, kemudian melakukan pengajaran yang mengarah ke pernyataan rasional dan asumsi yang konstruktif.
b.   Emotive Techniques
Secara emotif, terapis menggunakan berbagai prosedur, termasuk penerimaan tanpa syarat, rasional-emotif bermain peran, modeling, self-statements, citra rasional-emotif, dan latihan menyerang rasa malu. Klien diajarkan nilai penerimaan diri tanpa syarat. Meskipun perilaku mereka mungkin sulit untuk menerima, mereka sebagai pribadi memiliki nilai intrinsik. Mereka diajarkan bagaimana merusak itu adalah untuk menempatkan diri merasa kekurangan. Salah satu teknik utama mengajar klien penerimaan diri adalah modeling.
c.   Behavioral Techniques
Praktisi biasanya menggunakan operant conditioning, self-management principles, systematic desensitization, instrumental conditioning, biofeedback, teknik relaksasi, dan modeling. Klien benar-benar melakukan hal-hal baru dan sulit, dan dengan cara ini mereka menempatkan pengetahuan mereka dengan bentuk tindakan nyata.


BEHAVIORAL THERAPY (TERAPI TINGKAH LAKU)
Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini dipopulerkan oleh B.F Skinner, dimana terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Daripada memandang terapi tingkah laku seperti pendekatan terapi yang dipersatukan dan tunggal, lebih tepat menganggapnya sebagai terapi-terapi tingkah laku yang mencakup berbagai prinsip dan metode yang belum dipadukan ke dalam suatu sistem yang dipersatukan. Dimana perkembangan terapi tingkah laku ini adalah sejak tahun 1950-an.
Terapi behavioral menekankan kepada perilaku klien disini dan saat ini. Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar. Asumsinya bahwa gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar yang keliru dan karenanya harus diubah melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai.

1.    Konsep - Konsep Utama Behavioral Therapy
1.    Pandangan Tentang Sifat Manusia
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Behavior ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati. Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari. Pandangan para behavioris tentang manusia seringkali didistorsi oleh penguraian yang terlampau menyederhanakan tentang individu sebagai budak nasib yang tak berdaya. Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministik dan mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para behavioris yang radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari individu. Nye (1975) dalam pembahasan tentang behaviorisme radikal nya B.F Skinner, menyebutkan bahwa para behavioris radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan.
2.    Pengondisian Klasik Versus Pengondisian Operan
Pengondisian klasik disebut pengkondisian responden, berasal dari karya Pavlov, pengondisian klasik melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomotis mengembangkan respon berkondisi (CR) yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi. Jika UCS dipasangkan dengan sutau stimulus berkondisi (CS), lambat launCS mengarahkan kemunculan CR. Baik karya Salter maupun Wolpe sebagian besar berasal dari model pengondisian klasik. Teknik-teknik yang spesifik seperti desensitisasi sistematik dan terapi aversi berlandaskan pengondisian klasik.
Pengondisian operan, satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.

2.    Tujuan Behavioral Therapy
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned, dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum dipelajari.
Menurut beberapa ahli, terdapat banyak kesalah pahaman dalam menjelaskan tujuan-tujuan terapi tingkah laku, namun Krumboltz, dan Thorensen telah mengembangkan tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam konseling tingkah laku yaitu, tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan diinginkan oleh klien, konselor harus bersedia membantu klien dalam mencapai tujuan, dan harus terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana klien bisa mencapai tujuannya. 

3.    Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.

4.    Teknik - Teknik Behavioral Therapy
Untuk mencapai tujuan dalam proses terapi diperlukan teknik-teknik yang digunakan untuk pengubahan perilaku. Beberapa tekniknya sebagai berikut:
1.    Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan, dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan dengan cara memberikan stimulus yang secara perlahan dan santai.
2.    Terapi Implosif
Terapi Implosif dikembangkan atas dasar pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada situasi kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan hilang. Atas dasar itu klien diminta untuk membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan.
3.    Latihan Perilaku Asertif
Latihan perilaku asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar.
4.    Pengkondisian Aversi
Teknik pengkondisian diri digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.  
5.     Pembentukan Perilaku Model
Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model audio, model fisik, atau lainnya yang dapat diamati dan dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh.
6.    Kontrak Perilaku
Kontak perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini konselor memberikan ganjaran positif yang penting dibandingkan memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil.
7.    Token Ekonomi
Token ekonomi dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token ekonomi, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan yang nyata yang nantinya bisa ditukarkan dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.


TERAPI KELOMPOK (GROUP THERAPY)
Terapi kelompok telah berkembang sejak 1800-an di Eropa dan mendapat dukungan konseptual dan operasional dari sosiologi, psikologi, filsafat dan pendidikan. Menurut Guze, Richeimer dan Siegel (1997), terapi kelompok merupakan setiap pengumpulan dari orang yang lazimnya bertemu secara teratur, biasanya dengan pemimpin yang terlatih, untuk menangani masalah psikologik atau pertumbuhan pribadi mereka. Terapi kelompok juga biasa disebut group therapy. Terapi kelompok membentuk perubahan terhadap klien, khususnya perubahan perilaku di dalam kelompok. Perubahan diarahkan kepada segala bentuk perilaku atau kebiasaan dari klien yang dianggap tidak bisa diterima atau tidak diharapkan oleh kelompoknya. Terapi kelompok biasanya terdiri dari 5-12 anggota (bergantung pada tipenya). Terapi kelompok dapat berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun sesuai sesuai kebutuhan dan biasanya dilakukan seminggu sekali.
1.    Konsep Dasar Terapi Kelompok
Konsep terapi kelompok (Group Psychotheraphy) menurut Shertzer dan stone di definisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip terapeutik ke dalam dua atau lebih individu secara bersamaan untuk mengklarifikasi konflik psikologis individu sehingga individu dapat hidup secara normal.
Fokus dari terapi kelompok adalah pada terapi yang dilakukan pada dinamika kelompok dan kemampuan interpesonal, bukan pada perubahan kepribadian dasar. Terapi kelompok lebih berfokus pada perbaikan dan rekonstruksi sifat dari pada pengelolaan masalah perkembangan yang sedang terjadi. Karena populasi klien yang cenderung menderita masalah emosional yang lebih parah, penawaran psikoterapi kelompok dengan kesulitan masalalulah yang menghambat fungsi saat ini.
Terapi kelompok biasanya mencoba untuk membantu peserta untuk mengalami kembali situasi yang menyakitkan dan untuk mengekspresikan perasaan secara intensif, seperti kebencian intens. karena ini pengalaman traumatis yang muncul kembali dalam kelompok, peserta mendapatkan wawasan tentang bagaimana masalalu mereka yang penuh dinamika secara sadar mengganggu fungsi kelompok. Terapi ini cenderung dilakukan dengan durasi yang relatif lama. Terapi kelompok dapat didasarkan pada berbagai model terapi termasuk psikoanalisis, behavior, dan kerangka kerja fenomenologis.
2.   Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan utama dari terapi ini adalah perkembangan pribadi atau aktualisasi diri anggota kelompok, dan secara tradisional terdapat dua metodologi saling bertentangan yang digunakan oleh para praktisi. Sebagian fasilitator menggunakan struktur tingkat tinggi dalam kelompok mereka, memberikan latihan dan tugas kepada kelompok agar mereka melakukan eksplorasi dan terus berkembang.
3.    Bentuk - Bentuk Terapi Kelompok
Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari tiga jenis terapi individual yaitu: kelompok eksplorasi interpersonal. Kelompok bimbingan-inspirasi dan terapi berorientasi psikoanalitik.
a.      Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
b.     Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, mendukung, dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena individu mempunyai problem yang sama.
c.      Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu teknik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik yang  disadari  pasien dan memprosesnya dari observasi interaksi antar anggota kelompok.
4.    Manfaat Terapi Kelompok
a. Dapat mengidentifikasi masalah bersama orang lain yang memiliki permasalahan yang sama
b. Dapat membantu klien untuk meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien lain sehingga setiap dari mereka dapat saling mendukung
c.  Dapat membantu menghilangkan perasaan-perasaan terisolasi dalam diri klien
d.  Dapat membantu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang dirasakan oleh klien
e.      Dapat mendorong klien untuk membicarakan perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati
f.      Dapat membantu klien untuk melepaskan ketegangan dalam diri yang telah dipendam
g.     Dapat meningkatkan klien untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain.
 
5.    Teknik-Teknik Terapi Kelompok
Menurut Brammer, Shostrom dan Abrego (1994), teknik-teknik dalam terapi kelompok adalah sebagai berikut :
a.   Psychodrama Techniques
Psikodrama sebagai teknik bermain peran untuk membantu klien dengan menerapkan adegan dari masalah mereka yang akan meningkatkan pemahaman mereka tentang konflik mereka. Bermain peran akan membantu klien memperoleh perspektif yang lebih baik dari diri mereka sendiri dan orang lain. dapat digunakan, misalnya, untuk berlatih menghadapi situasi sosial yang sulit klien. Bahkan ketika bisa digunakan dalam situasi kelompok pekerja yang memenuhi syarat, penekanan harus ditempatkan pada kenyataan bahwa banyak komplikasi dapat timbul jika tidak dilakukan dengan benar. Bach (1954) memperingatkan efek traumatis kemungkinan akan tereksternalisasi mengancam melalui bermain peran.
b.   T-Group Techniques
Salah satu kontribusi utama dari Training (T) kelompok untuk para klien memahami proses pengambilan keputusan mereka sendiri. Kelompok diberikan daftar 15 barang dan diminta untuk mengurutkan peringkat barang-barang tersebut dimulai dari hal yang penting bagi mereka untuk bertahan hidup. Kelompok ini kemudian diminta untuk berdiskusi mengenai pengalaman mereka, mengeksplorasi pola kepemimpinan, resolusi konflik, dan proses pengambilan keputusan.
c.   Encounter Techniques
Teknik encounter (pertemuan) dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran diri. Misalnya, digunakan untuk memperluas kesadaran sensorik dan kepercayaan interpersonal. Peserta secara berpasangan diminta untuk memandu pasangan dengan mata tertutup dan menggunakan tangan untuk mengeksplorasi sambil berjalan. Memandu untuk melindungi pengikut/pasangannya dari setiap langkah menuju bahaya, seperti pohon, atau dinding dan membujuk pasangan untuk mengeksplorasi berbagai bau dan tekstur tanpa menggunakan kata-kata. Kedua pasangan juga bertukar peran, kemudian mendiskusikan pengalaman mereka. Contoh lain dari latihan encounter adalah di mana dua mitra duduk kembali ke belakang dan melakukan percakapan. Pasangannya kemudian memproses pengalaman berbicara tanpa isyarat visual.
d.   Behavioral Techniques
Banyak teknik behavior seperti modelling, pelatihan keterampilan, memecahkan masalah dan relaksasi juga digunakan dalam terapi kelompok. Misalnya, dalam kelompok pelatihan asertif, peserta dijelaskan situasi di mana mereka ingin menjadi lebih tegas. Peserta akan mendapatkan ide-ide untuk bagaimana menangani situasi. Situasi dapat dilatih berulang-ulang sampai peserta merasa puas dengan kemampuannya untuk berperilaku asertif.
e.    Dance and Art Therapy
Teknik ini akan mendorong kesadaran tubuh, gerakan kreatif, dan interpersonal empati. Anggota kelompok berpasang-pasangan. Satu orang mengambil peran sebagai pemimpin, dan pengikutnya mencoba untuk menjadi bayangan cermin dari pemimpin, mengikuti gerakan pemimpin semirip mungkin. Mematung adalah teknik terapi seni di mana peserta diminta untuk mematung merupakan representasi dari diri mereka sendiri, keluarga mereka, dunia mereka, masalah mereka, dan kemudian menceritakan hasil dengan anggota kelompok lainnya.



REFERENSI :
Brammer, L. M. (1994). Therapeutic psychology fndamentals of counseling and psychotherapy. Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Gunarsa, S. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Guze, B., Richeimer, S., & Siegel, D. J. (1997). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
 

DINKY'S BLOG Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang