Kamis, 10 April 2014

BIOTEKNOLOGI; KEDELAI TRANSGENIK

A. Teknologi Penciptaan Tanaman Transgenik 

a. Sejarah penelitian DNA

Karakteristik semua mahluk hidup dari yang paling sederhana seperti virus dan bakteri sampai pada organisme multiselular kompleks seperti tanaman dan hewan ditentukan oleh gen. Gen adalah kumpulan asam deoksiribo nukleat (DNA) yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel yang berfungsi mengatur dan mengendalikan sifat mahluk hidup. Ada gen yang mengatur kenapa buah tomat ketika masak menjadi merah, kera memiliki ekor atau manusia Indonesia berambut hitam. Bahkan gen dalam batas-batas tertentu mengendalikan mengapa seseorang mempunyai wajah cantik sedangkan lainnya tidak.


Prinsip dasar pewarisan karakteristik fisik pertama kali dikemukakan oleh seorang pastor George Mendel pada tahun 1865 yang meneliti tanaman pea. Mendel mengatakan ada hubungan kenampakan fisik (fenotipe) dengan struktur genetik (genotipe) suatu organisme. Mendel menggunakan istilah bahwa ‘faktor pewarisan’ untuk menjelaskan sesuatu yang selanjutnya oleh Sutton disebut gen pada tahun 1902. Meskipun penelitian genetika klasik ini dianggap luar biasa, tetapi belum terdapat pemahaman tentang sifat molekuler gen sampai tahun 1940-an. Baru kemudian setelah penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Avery, Mac Leod dan Mc Carty pada tahun 1944 serta Hershey dan Chase pada tahun 1952 semua orang percaya bahwa gen adalah DNA yang merupakan material genetik.


Penemuan tentang peran DNA merupakan daya tarik yang sangat besar bagi penelitian genetika dan banyak ahli biologi terkenal seperti Delbruck, Chargaff, Crick dan Monod telah memberikan sumbangan jaman kebesaran genetika kedua. Dalam waktu empat belas tahun yaitu pada tahun 1966 struktur DNA telah diketahui, serta proses-proses transkripsi dan translasi ke protein dapat dijabarkan. Pada 1971 –1973 penelitian genetika maju dengan pesatnya sehingga dapat disebut sebagai revolusi dalam biologi modern. Suatu metode yang sama sekali baru dikembangkan sehingga memungkinkan percobaan yang sebenarnya tidak mungkin dilakukan akhirnya dapat berhasil dirancang dan dilaksanakan. Metode-metode ini disebut teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetik yang inti prosesnya adalah kloning gen dimana gen dapat dipindah-pindahkan dari organisme satu ke organisme lainnya.


b. Teknologi produksi tanaman transgenik

Ahli rekayasa genetik tanaman melakukan transformasi gen dengan tujuan untuk memindahkan gen yang mengatur sifat-sifat yang diinginkan dari satu organisme ke organisme lainnya. Beberapa sifat yang banyak dikembangkan untuk pembuatan tanaman transgenik misalnya (1) gen resistensi terhadap hama, penyakit dan herbisisda, (2) gen kandungan protein tinggi, (3) gen resistensi terhadap stress lingkungan seperti kadar alumium tinggi ataupun kekeringan dan (4) gen yang mengekspresikan suatu ciri fenotipe yang sangat menarik seperti warna dan bentuk bunga, bentuk daun dan pohon yang eksotik. Beberapa tanaman yang direkayasa gennya menjadi tanaman transgenik yaitu jagung, tomat, kentang, kapas dan sebagainya. Salah satu contoh dari tanaman transgenik yang cukup menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat dunia terutama di Indonesia adalah kedelai transgenik karena kedelai merupakan salah satu produk pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

 

B. Kedelai Secara Umum

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia.


a. Klasifikasi Kedelai
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Resales
Suku : Legummosae
Marga : Soya
Jenis : Soya max Piper


b. Jenis kedelai

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara.
Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah ‘Ringgit’, ‘Orba’, ‘Lokon’, ‘Darros’, dan ‘Wilis’. “Edamame” adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang.

 

C. Kedelai Transgenik

a. Sejarah perkembangan kedelai transgenik

Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (aceh) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia.


Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat.


Orang Cina merupakan pengguna kacang kedelai sebagai makanan yang pertama. Pada sekitar tahun 1100BC, kacang kedelai telah ditanam di bagian selatan tengah Cina dan dalam waktu singkat menjadi makanan pokok diet Cina. Kacang kedelai telah diperkenalkan di Jepang sekitar tahun 100 AD dan meluas ke seluruh negara-negara asia secara pesat. Kacang kedelai dikenal di Eropa sekitar tahun 1500 AD. Pada awal abad ke-18, kacang kedelai telah ditanam secara komersial di Amerika Serikat.


Hingga saat ini sudah ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil dipindahkan ke tanaman dan memunculkan ratusan jenis varietas tanaman baru yang disebut tanaman transgenik. Namun sebagian besar tanaman transgenik tersebut belum dipasarkan. Hingga tahun 2000 baru 24 jenis tanaman transgenik yang dikomersialisasikan di Amerika, diantaranya termasuk empat kelompok tanaman transgenik utama yaitu : (1) kedelai transgenik yang menguasai 36% dari 72 ha area global tanaman kedelai, (2) kapas transgenik mencakup 36% dari 34 juta ha, (3) kanola transgenik 11% dari 25 juta ha, dan (4) jagung transgenik 7% dari 140 juta ha (Kompas, 11 Pebruari 2002).


Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah). Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.


Pada tahun 2003, luas areal tanaman transgenik yang memanfaatkan teknik bioteknologi di seluruh dunia mengalami peningkatan sebesar 15 persen atau setara dengan 67,7 juta hektar. Peningkatan luas lahan yang digunakan untuk mengembangkan tanaman transgenik tersebut termasuk kawasan seluas 3 juta hektar tanaman kedelai transgenik (soybean Bt) di Brazil. Brazil merupakan negara yang pertama kali menyetujui penanaman kedelai transgenik selama tahun 2003. Sampai akhir tahun 2003, jumlah lahan yang ditanami dengan kedelai transgenik mengalami kenaikan sebesar 13 persen. Luas lahan bagi budidaya kedelai transgenik meningkat hingga mencapai 41,4 juta hektar, atau setara dengan 55 persen produksi kedelai secara global.


Tanaman transgenik
adalah suatu produk rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman sebelumnya.


Tanaman transgenik direkayasa pertama kali pada tahun 1980-an, yakni melalui proses mentransfer gen b–faseolin dari kacang-kacangan ke kromosom bunga matahari. Perkembangan lebih lanjut telah memungkinkan untuk melakukan transformasi genetik ke eksplan yang mampu beregenerasi seperti daun, batang dan akar. Terobosan terakhir dalam hal meregenarasikan tanaman monokot transgenik telah menghilangkan penghambat utama dalam usaha untuk perbaikan sifat tanaman serealia.


Tanaman transgenik pada tahun 1980-an menjadi “penyelamat” di dunia di tengah-tengah krisis pangan dunia. Tanaman transgenik dipercayakan akan bermanfaat bagi lingkungan dengan mengurangi penggunaan herbisida dan insektisida, membantu petani, memecahkan krisis pangan, menyelesaikan masalah kelaparan dengan meningkatkan lahan tanaman, dan meningkatkan nutrisipangan.


Pada kedelai transgenik, gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (sering disebut Bt) “digunting” dan “direkatkan”pada gen kedelai untuk membuat kedelai tahan hama. Di alam, bakteri Bt menghasilkan senyawa yang bisa membunuh larva serangga tertentu. Jadi “mengawinkan” gen Bt dengan gen kedelai akan membuat tanaman menghasilkan pestisidanya sendiri. Dengan rekayasa genetika, kedelai transgenik juga didesain tahan terhadap herbisida.


b. Pengekspor kedelai transgenik ke Indonesia


Sebenarnya produk transgenik yang masuk ke Indonesia bukan hanya kedelai. Saat ini empat tanaman transgenik utama adalah kedelai, jagung, kanola, dan kapas. Sebagian besar kedelai di Indonesia berasal dari Amerika. Dan dari komoditas kedelai AS jelas-jelas hasil rekayasa gen. Di AS diperkirakan, sekitar 60% dari makanan olahan di pasar swalayan – mulai dari sereal untuk sarapan hingga softdrink – terutama yang berbahan kedelai, jagung, atau kanola. Begitu pula sayuran segar merupakan produk tanaman transgenik. Produk makanan dari bahan transgenik juga dipasarkan di beberapa negara, kecuali negara Eropa yang saat ini sudah menolak produk makanan dari bahan transgenik terutama dari Amerika Serikat (Scientific American, April 2001).

 

D. Kelebihan dan Kekurangan Tanaman Transgenik

Tanaman transgenik yang selama ini diperdebatkan oleh berbagai kalangan di dunia, memiliki kelebihan dan kekurangan baik di bidang pertanian, peternakan, kesehatan maupun dari aspek sosial dan agama.


a. Kelebihan tanaman transgenik


1. Bidang Pertanian

Aplikasi teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan dimungkinkannya transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens. Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah tanaman transgenik seperti tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya perlambatan kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu.


Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.


2. Bidang Peternakan

Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.


3. Perkebunan, kehutanan, dan florikultur

Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat.


Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik. Sementara itu, di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
Sentuhan teknologi DNA rekombinan pada florikultur antara lain dilakukan dengan mengisolasi dan memanipulasi gen biru dan gen etilen biru sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Di Amerika Serikat dan Eropa bibit violet carnation akan diproduksi melalui teknik rekayasa genetika. Bibit violet carnation transgenik ini disebut dengan moonshadow. Bunga moonshadow memiliki sangat sedikit benang sari, dan bahkan sesudah dipotong bunga tidak mempunyai benang sari lagi sehingga kemungkinan perpindahan gen ke tanaman lain dapat dicegah.


4. Bidang Kesehatan


Di bidang kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.


Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa.


Berbagai macam vaksin juga telah diproduksi menggunakan teknik rekayasa genetika, misalnya vaksin herpes, vaksin hepatitis B, vaksin lepra, vaksin malaria, dan vaksin kolera. Kecuali vaksin kolera, vaksin-vaksin tersebut dapat diproduksi dengan lebih efisien dan dalam jumlah yang lebih besar daripada produksi secara konvensional. Penggunaan vaksin malaria sangat diperlukan karena banyak nyamuk malaria yang saat ini sudah resisten terhadap DDT.

Contoh lain kontribusi potensial rekayasa genetika di bidang kesehatan yang hingga kini masih menjadi tantangan besar bagi para peneliti dari kalangan kedokteran dan ahli biologi molekuler adalah upaya terapi gen untuk mengatasi penyakit-penyakit seperti kanker dan sindrom hilangnya kekebalan bawaan atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Begitu juga, berkembangnya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik masih membuka peluang penelitian rekayasa genetika di bidang kesehatan.


5. Lingkungan


Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.


6. Industri


Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan produk organisme transgenik.

 

b. Kekurangan tanaman transgenik


1. Aspek sosial

Aspek agama

Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian juga, xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.


Aspek etika dan estetika

Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.


2. Aspek ekonomi

Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.


2. Aspek kesehatan

Potensi toksisitas bahan pangan

Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.

Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.


Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan

WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.

Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.

Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.


4. Aspek lingkungan


Potensi erosi plasma nutfah

Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.


Potensi pergeseran gen

Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.


Potensi pergeseran ekologi

Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.

Tanaman transgenik dapat menghasilkan protease inhibitor di dalam sari bunga sehingga lebah madu tidak dapat membedakan bau berbagai sari bunga. Hal ini akan mengakibatkan gangguan ekosistem lebah madu di samping juga terjadi gangguan terhadap madu yang diproduksi.


Potensi terbentuknya barrier species

Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.


Potensi mudah diserang penyakit

Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga.

Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.

 

SUMBER:
http://ratihkurniasih.wordpress.com/2010/02/28/kedelai-transgenik-dan-kontroversinya/

1 komentar:

 

DINKY'S BLOG Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang